Nyaris 1 juta dolar AS uang riset digelontorkan, sementara lebih dari 1.900 ekor tikus dilibatkan. European Ramazzini Foundation on Oncology and Enviromental, lembaga riset terkemuka di Italia itu, ingin membuktikan, apakah betul aspartam sejenis pemanis buatan itu berbahaya bagi kesehatan. Ramazzini tidak keliru, bahkan, fakta yang mereka kantongi jauh lebih lebih mengerikan, ratusan tikus telah siap menunggu ajal. Aspartam, pemanis nonkalori yang memiliki tingkat kemanisan 200 kali gula itu, membikin tikus-tikus tadi langsung dihajar kanker mematikan.
Riset yang digelar pertengahan 2005 lalu itu membuat Uni Eropa kian yakin dengan keputusan mereka melarang penggunaan pemanis buatan pada produk makanan jajanan anak-anak, terutama.
Bagaimana
Survei Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ) sepanjang Juni hingga Juli di sejumlah titik di DKI Jakarta membuktikan hal itu. ”Dari 49 sampel yang kami ambil, lebih dari separuhnya mengandung pemanis buatan dalam konsentrasi tinggi,” kata Lies Permana Sari, anggota tim peneliti LKJ itu, kemarin (9/8), membeberkan temuan mereka yang telah dikonfirmasi laboratorium Sucofindo. Disebut berkonsentrasi tinggi, sebab produk ini memuat kadar gula berlipat-lipat. Selain mengandung gula murni, produk tadi juga ditambahi pemanis. Padahal Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) jelas-jelas mengatakan, pemanis buatan hanya digunakan pada pangan rendah kalori dan pangan tanpa penambahan gula. Adapun sampel-sampel yang disisir LKJ meliputi produk jelly, permen, dan minuman. Ini produk jajanan anak-anak. ”Kami sengaja memilih jenis itu,” dia menambahkan.
Bahkan, kata dia, jauh-jauh hari riset BPOM pada November-Desember 2002 sudah menunjukkan bahwa konsumsi Siklamat sudah mencapai 240 persen ADI, sementara Sakarin pemanis buatan pemicu kanker kemih sebanyak 12,2 persen nilai ADI. Tak pelak, kata Lies, anak-anak merupakan konsumen yang paling rentan terhadap dampak negatif dari pemanis buatan. ”Otak mereka masih berkembang,” terang dia. Beragam riset menunjukkan bahwa pemanis buatan, terutama Aspartam, berpotensi memicu keterbelakangan mental akibat penumpukan Fenilalanin menjadi Tirosin pada jaringan syaraf.
Berbeda dengan tikus, efek dari pemanis buatan pada manusia memang tak mewujud seketika. Ia terus berakumulasi dan akan dipanen setelah si anak beranjak dewasa. ”Karena itu, ini boleh dibilang silent disease,” tutur Lies seraya mengutip riset di Italia yang menunjukkan bahwa sudah ada bukti serangan kanker akibat konsumsi pemanis buatan.
Apa alasan produsen menaburi pemanis makanan? Sulit dipungkiri, terang Lies, ini terkait dengan upaya mereduksi ongkos produksi. ”Kalau dengan sedikit pemanis saja sudah bisa menggantikan konsentarasi gula, kenapa tidak dipakai?,” kata Lies seraya mengatakan bahwa Aspartam, Sakarin, dan Siklamat memiliki tingkat kemanisan dari 30 hingga 300 kali gula. Menurut tim LKJ, As’ad Nugroho, BPOM hingga saat ini berkeras pemanis buatan masih aman dikonsumsi umum asalkan memenuhi komposisi. Apalagi ada 50 negara yang masih memperbolehkan meski soal aman tidaknya pemanis buatan masih diperdebatkan hingga detik ini. Pada kenyataannya, terang dia,soal komposisi aman ini banyak produsen yang membandel. ”Saat minta izin BPOM, mereka memberikan produk yang komposisinya tepat. Ke pasar, mereka meluncurkan produk yang lain,” kata dia.
Posting Komentar